Irvan Adilla: 2011

Bloger Kanak Sasak

Monday, December 5, 2011

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AKSEPTOR UNTUK MEMILIH KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program Keluarga Berencana (KB) sudah lama dicanangkan oleh pemerintah. Tujuannya untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Seiring dengan itu, berkembang pula metode kontrasepsi yang beraneka ragam. Namun tidak semua alat kontrasepsi efektif dan aman digunakan. Sebab banyak pengguna yang mengeluhkan efek samping dari kontrasepsi yang dipilihnya. (Affandi, Biran, 2005)

Kontrasepsi sendiri adalah suatu cara atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Ada beberapa jenis kontrasepsi yang tersedia yaitu, Metode Amenorea Laktasi (MAL), metode KB alamiah, senggama terputus, metode barier, kontrasepsi hormonal dan non hormonal dan kontrasepsi mantap. Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi berupa cairan yang berisi hormon dan disuntikkan kedalam tubuh wanita secara periodik. Kontrasepsi suntik ada 2 macam yaitu suntikan kombinasi dan suntikan progestin. Suntikan kombinasi diberikan setiap 1 bulan sekali, sedangkan progestin diberikan setiap 3 bulan sekali secara IM. (Depkes RI, 1999)

Menurut majalah republika, penggunaan kontrasepsi suntik menempati urutan pertama dan peringkat kedua adalah KB oral / pil. Menurut data 2003, kontrasepsi suntikan paling banyak digunakan oleh wanita di Indonesia (35,2 %), pil KB digunakan sebanyak 28,1%, IUD 18,8%, implant 12,4%, sterilisasi 5,5%, dan kontrasepsi lainnya 1,0% (Affandi, Biran, 2005). Dari data diatas kita dapat mengetahui besarnya jumlah akseptor KB suntik dibandingkan KB yang lain. Padahal untuk memilih metode kontrasepsi yang cocok banyak faktor-faktor yang melatarbelakangi, diantaranya adalah faktor pasangan, faktor kesehatan dan faktor metode kontrasepsi. Tetapi apabila dengan pengetahuan akseptor yang masih kurang khususnya tentang kontrasepsi maka akan membuat mereka merasa tidak cocok atau tidak mantap dengan KB yang dipilihnya. Oleh karena itu seorang calon akseptor harus tahu tentang berbagai macam kontrasepsi dan apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilihan kontrasepsi tersebut. Sehingga mereka akan lebih merasa yakin dan mantap dengan kontrasepsi pilihannya.. Dengan dilakukannya penelitian ini dapat diketahui apakah akseptor sudah mantap dan yakin dalam memilih kontrasepsi suntik. Karena kemantapan dalam memilih kontrasepsi sangat diperlukan oleh seorang akseptor, agar dia tidak merasa ragu dan bimbang dengan kontrasepsi yang dipilihnya (Hanafi, 2002).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 5 februari 2007 dengan metode wawancara pada 20 orang yang menjadi akseptor KB suntik, saat datang ke Klinik KB Desa Sumber Anyar untuk ber-KB. Mereka mengatakan bahwa mereka menggunakan KB suntik karena beberapa alasan. Yaitu : 30% mengatakan karena menstruasi bisa tetap lancar, 25% mengatakan karena KB suntik tidak mengganggu hubungan suami istri, 20% karena berat badan bisa bertambah, 15% tidak menimbulkan nyeri diperut dan 10% mengatakan karena KB suntik tidak menimbulkan keputihan. Berdasarkan data yang ada di Puskesmas Pembantu Desa Sumber Anyar dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Desember 2006 jumlah akseptor KB yang aktif mencapai 238 akseptor, akseptor KB suntik 70%, akseptor KB pil 7%, akseptor AKDR/IUD 4%, akseptor Implant 19%, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi suntik paling besar jumlah akseptornya.

Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor untuk memilih kontrasepsi suntik di Puskesmas Pembantu Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi akseptor dalam memilih kontrasepsi suntik di Puskesmas Pembantu Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menggali faktor-faktor yang melatarbelakangi akseptor dalam memilih alat kontrasepsi suntik

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi faktor pasangan, yang terdiri dari :

a. Mengidentifikasi jumlah keluarga yang diinginkan oleh akseptor.

b. Mengidentifikasi usia ibu yang memakai kontrasepsi suntik

c. Mengidentifikasi kualitas hubungan suami istri (terganggu / tidak terganggu) selama mengikuti KB suntik

2. Mengidentifikasi faktor kesehatan

a. Mengidentifikasi status kesehatan akseptor kontrasepsi suntik.

b. Mengidentifikasi riwayat haid akseptor kontrasepsi suntik.

3. Mengidentifikasi faktor metode kontrasepsi

a. Mengidentifikasi efek samping kontrasepsi suntik

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan antara lain:

1.4.1 Bagi Pelayanan

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan sebagai konseling untuk membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan keinginannya. Dan peneliti dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang kontrasepsi kepada para aksptor yang datang ketempat pelayanan.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang, sebagai masukan hasil penelitian dan menambah khasanah pengetahuan dibidang kesehatan Keluarga Berencana (KB), serta dapat dijadikan masukan bagi peneliti selanjutnya.

1.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman lebih mendalam tentang teori Keluarga Berencana (KB), khususnya yang berhubungan dengan kontrasepsi suntik.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang metode kontrasepsi khususnya pada alat kontrasepsi suntik sehingga lebih memantapkan mereka dalam memilih kontrasepsi suntik.


Silahkan Download selengkapnya DISINI

GAMBARAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN KASA KERING PADA PERAWATAN TALI PUSAT OLEH BIDAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara dini atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Abdul Bari Saifuddin, 2001).

Merawat tali pusat berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena air kencing, kotoran bayi atau nanah. Bila kotor, cuci luka tali pusat dengan air bersih yang mengalir, keringkan dengan kasa bersih dan kering. Dilarang memborehkan ramuan, abu dapur dan sebagainya pada luka tali pusat sebab dapat menyebabkan infeksi dan tetanus yang dapat berakhir dengan kematian neonatal (Departemen Kesehatan RI, 1999).

Mungkin banyak yang bertanya apa gunanya tali pusat. Sewaktu dalam kandungan janin mendapat makanan dari ibu melalui tali pusat itu. Setelah lahir tali pusat tidak dibutuhkan lagi maka dokter atau bidan memotongnya dan ujung tali pusat diikat dengan benang suci hama. Tali pusat biasanya lepas dalam waktu tujuh sampai delapan hari tetapi setelah terlepas, ujungnya yang tertinggal itu belum kering betul, dan ini memakan waktu beberapa minggu. Setiap habis mandi perlu dijaga agar tali pusat yang belum sembuh betul dikeringkan dengan cermat (Oswari, 2004).

Banyak pendapat tentang cara terbaik untuk merawat tali pusat, diantaranya yaitu dengan menggunakan antiseptik dan kasa kering. Dan telah dilaksanakan beberapa uji coba klinis untuk membandingkan cara penanganan tali pusat yang berbeda-bada dan semuanya menunjukkan hasil serupa. Oleh karena itu tidak jelas cara mana yang paling efektif untuk mencegah infeksi dan mendorong cepat lepasnya tali pusat (Achmad Sujudi, 2006). Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan kasa kering dalam perawatan tali pusat bukanlah penyebab terjadinya infeksi tali pusat.

Angka kejadian infeksi tali pusat di Puskesmas Ganding yaitu sekitar 2 % terjadi pada tahun 2006 kemarin, hal ini disebabkan karena pengaruh adat-istiadat atau mitos yang membuat masyarakat terjadi kesalah pahaman terhadap perawatan tali pusat pada bayi baru lahir.

Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara tentang perawatan tali pusat khususnya pada perawatan kasa kering, yang dilakukan pada tanggal 22 April 2007 terhadap 5 bidan di Wilayah kerja Puskesmas Ganding Kabupaten Sumenep di peroleh hasil bahwa mereka tidak menggunakan perawatan kasa kering dengan alasan takut terjadi infeksi tali pusat.

Dari data tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat oleh bidan di Wilayah kerja Puskesmas Ganding Kabupaten Sumenep.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat oleh bidan di Wilayah kerja Puskesmas Ganding Kabupaten Sumenep ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat oleh bidan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan bidan terhadap penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat.

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan bidan terhadap penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, antara lain :

1.4.1 Bagi peneliti

Manfaat yang dapat di ambil peneliti, antara lain :

1. Mengetahui fenomena di masyarakat mengenai kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kasa kering pada perawatan tali pusat oleh bidan.

2. Sebagai pengalaman peneliti dalam hal penerapan riset.

3. Menerapkan ilmu yang di dapat selama kuliah.

1.4.2 Bagi institusi

Hasil penelitian ini merupakan tambahan referensi dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus di lingkungan pendidikan dan sebagai bahan kajian lebih lanjut khususnya untuk peneliti sejenisnya.

1.4.3 Bagi profesi kebidanan

Manfaat yang dapat diambil profesi, antara lain :

1. Sebagai dasar masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan tentang penggunaan kasa kering dalam perawatan tali pusat.

2. Sebagai tambahan pengetahuan bidan di lahan praktek dalam menentukan kebijakan penggunaan kasa kering dalam perawatan tali pusat.

3. Bahan masukan dalam memperbaiki kebijakan pelayanan mengenai perawatan tali pusat

1.4.4 Bagi peneliti lebih lanjut

Sebagai dasar masukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya tentang perawatan tali pusat.

1.4.5 Bagi masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat, khususnya ibu mengenai perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering.



Silahkan DOWNLOAD selengkapnya dan Kumpulan KTI Lainnya DISINI

Thursday, November 17, 2011

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS II SMU

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah dan pokok bahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

A. Latar belakang masalah

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.

Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.

Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.

Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah:

“ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa .

Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja

(Goleman, 2002 : 17).

Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Pada penelitian ini, penulis mengunakan sampel pada SMU Lab School Jakarta Timur, yang berada pada peringkat 16 se-DKI, berdasarkan nilai rata-rata nilai ulangan umum murni cawu 2 kelas II tahun ajaran 2001/2002.

Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor penting untuk meraih prestasi akademik, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti :”Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU Lab School Jakarta Timur”.

B. Rumusan masalah dan Pokok-pokok Bahasan

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan Prestasi belajar pada siswa kelas II SMU di Jakarta?”

Pada penelitian ini yang menjadi pokok-pokok bahasan adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar

Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dari kegiatan belajar mengajar dalam bidang akademik di sekolah dalam jangka waktu tertentu.

2. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan ke arah yang positif.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU Lab School Jakarta Timur.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa remaja untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.

E. Sistematika Skripsi

Sistematika isi dan penulisan skripsi ini antara lain :

Bab I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah dan pokok-pokok bahasan, tujuan dan manfaat dari penelitian serta sistematika skripsi

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisi tentang pengertian belajar, pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian emosi, pengertian kecerdasan emosional, indikator kecerdasan emosional, hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dan hipotesis.

Bab III : Metodologi Penelitian

Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis data.

Bab IV : Laporan Penelitian

Berisi tentang laporan pelaksanaan penelitian yang terdiri dari orientasi kancah penelitian, persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian serta analisis data penelitian.

Bab V : Penutup

Berisi tentang pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan saran dari peneliti. untuk bab selanjutnya silahkan di Download Disini